Friday 1 November 2013

Salting Moment

Do you ever have "salting" moment at the first second of your holiday?
I do.
At the airport, The first sentence that comes from my mouth since the last time we talked is "iyah gw emang ribet orangnya".
With "sinis" intonation.
Of course I know the reason.
There was something unspoken in our last communication, year ago.
And I think not only me feel that awkward moment.
Maybe, you also feel that
And our friends too.

Now, deeply from my heart, I just want to say sorry.

Ah, this is why I dont really like November.

And I hope November this year give me something sweet that could warmth my heart, so i will miss and wait the November things in the following years, not regret.

Ah, November can't give you anything. You, yes you, who could change everything.

Wednesday 30 October 2013

Oil Rig

Walaupun jika saya punya duit yang banyak untuk membiayai liburan (jika ya jika..), tetapi saya yakin dengan duit itu belum tentu bisa merasakan pengalaman liburan ditempat seperti ini, di Oilrig Offshore. Bagi pekerja yang memang kerja di platform, mungkin sudah penat dan bosan, tetapi untuk bocah kuliah seperti saya waktu itu, tentu ini merupakan pengalaman yang sungguh menyenangkan. Mulai dari sea survival training, pengalaman pindah dari kapal ke rig, makan 6 kali sehari, kamar seperti hotel, fasilitas karaoke, Fitness center, dan lain-lain. Tentu yang paling berkesan adalah saat menemani koki memancing lalu ketika dapat langsung dimasak dan hanya diberikan khusus untuk dua wanita paling cantik saat itu di Platform. Itu sepertinya ikan terenak yang pernah saya makan, segar sekali.

Namun apa yang paling membuat saya bersyukur? karena mendapatkan ganti kerja praktek yang lebih menyenangkan dibanding tujuan kerja praktek kami yang pertama, setelah di"matilin" sama sesesorang dan membuat teman yang saya sayang menangis kala itu. Sungguh Allah memang tahu apa yang terbaik untuk kita. Menghilangkan yang satu dan menggantikan dengan yang lebih baik.


sukemi dan masboy

,

Bersepeda di Gili Trawangan Lombok

Berhubung kendaraan motor tidak boleh masuk di Pulau kecil ini, maka hanya ada sedikit alternatif berkendara untuk berkeliling di pulau ini. selain dengan menaiki semcam andong -maksimal 3 orang- yang harganya cukup mahal, maka solusi satu-satunya adalah dengan bersepeda. Harga perjam sekitar 15.000 rupiah, dan perhari sekitar 50.000 rupiah. Namun beruntungnya saya berlibur dengan jejaka-jejaka yang pintar menawar hingga mendapatkan harga 25.000 perhari.

Sepeda yang tidak bisa di parkir berdiri karena saking halusnya pasir

Sepeda Sewaan
Numpang Foto

Hotel Ombak Sunset

Betapa bahagianya kita saat itu haha

Dengan bersepeda kita bisa mengelilingi seluruh pulau Gili Trawangan. Start point kami adalah Pasar seni kearah kanan berjalan terus hingga balik lagi ke Pasar seni dari arah Pelabuhan. Tidak semua jalan sudah bagus saat itu, masih banyak track yang jalannya adalah pasir sehingga sulit untuk sepeda melewatinya. ah saya merindukan berkeliling dengan sepeda di pulau indah itu dengan laut disepanjang jalannya, angin sepoi-sepoi, dan canda hangat bersama teman-teman tercinta. hehe

Monday 21 October 2013

Pengalaman dengan Bocah-Bocah

Selama di perjalanan Lombok-Bali Maret lalu, ada pengalaman tak terlupakan yang melibatkan bocah-bocah.

Ketika berada di gerbang Goa Lawar di Bali, seketika ada seorang bocah yang menghampiri saya, dan berkata “Kakak Cantik deh” berulang-ulang, lalu bocah tersebut mengintili kemanapun saya pergi, berbaik hati memakaikan kain untuk masuk ke Goa, dan memberikan sebuah gelang yang manis. Namun ternyata, ada seuntai pesan yang dia ucapkan ditelinga saya setelahnya “Kak, jangan lupa ya nanti pas pulang beli oleh-oleh”. Sontak, saya dan kawan-kawan pun tertawa terbahak-bahak. Dibalik ucapan “kakak cantik” yang membuat saya yang berpenampilan pas-pasan ini ge-er, ternyata ada maunya toh. Dan benar saja, ketika saya balik, saya langung dikerubungi untuk membeli “oleh-oleh” dengan harga yang tidak karuan mahalnya. Yaaah, walaupun begitu, bagaimana saya tega mengabaikan bocah kecil yang berkata “Kakak cantik” kepada saya. Huft, benar-benar startegi marketing yang mantaplah.

Bocah di Goa Lawar

Pengalaman kedua terjadi di Pantai Kuta. Pada saat di mobil menuju pantai Kuta, Pak Jamani, tour guide kami di Lombok berpesan jangan sekalipun membeli sesuatu dari yang jualan disana. Okeh, akan kami ingat pesan tersebut. Sesampainya disana, benar saja ada banyak bocah-bocah yang berjualan. Semua bocah-bocah tersebut mengerubungi kami secara membabi buta untuk memaksa kami membeli oleh-oleh yang berupa gelang. Setiap kepala dari kami, paling tidak diintili satu orang bocah yang menawarkan dagangannya. Sialnya, saya dan andre memiliki hati bak malaikat turun ke bumi, kami pun luluh dan membeli oleh-oleh dari seorang bocah. Namun ternyata oh ternyata, berita kami membeli gelang disebarkan oleh si penjual ke semua temannya. Walhasil, saya dan andre dikerubungi semua bocah yang mengatakan “kok kakak gak adil sih, masa beli ke temen saya aja, kami juga dibeli dong gelangnya”. Semua menuntut keadilan dari kami berdua. Setiap saya jalan satu langkah, pasti ada kata “adil” yang diteriakkan oleh bocah-bocah itu. Ya bagaimana bisa saya menerapkan konsep keadilan kalau ada sekitar 10 bocah disana yang menuntut hal yang sama. Dan teman-teman saya pun cuman tertawa terbahak-bahak melihat kami yang tidak bisa menikmati indahnya pantai Kuta sore itu karena bocah-bocah ini. Mereka tetap gigih menawarkan gelangnya kepada kami dari harga 10.000/buah hingga 10.000/3 buah hingga sore hari. Memaksa sambil mengatakan konsep keadilan.

Bocah di Pantai Kuta

Akhirnya, si andre mempunyai ide brilian, menawar hingga mendapatkan harga 10.000/empat buah dan mengajak saya patungan dan membeli gelang dari masing-masing bocah tersebut. Setiap anak akan dibeli satu buah gelangnya. Andrepun menyuruh bocah-bocah tersebut baris. Berhubung tidak ada receh, maka kami berkata kepada bocah-bocah tersebut untuk membagi-bagi duitnya masing-masing. Kami pikir rencana ini brilian sekali, sampai si Bocah kecil pirang yang memakai baju SD membawa kabur uangnya dan hanya dibagikan ke 1 orang temannya. Kami dibohongin bocah pirang. Sialnya, bocah bocah lain malah marah ke kami, bukan ke bocah pirang tersebut. Namun akhirnya, kami bisa kabur dari bocah-bocah tersebut dan bisa sedikit menikmati indahnya pantai kuta sore itu setelah perjuangan yang melelahkan. Namun ada hal yang membuat saya makin gondok, yaitu ketika pulang si bocah pirang menghampiri saya dan berkata “Kakak, gelangnya boleh 500 satu buah” seakan-akan meledek saya dengan nyinyirnya #huft.

Monday 7 October 2013

Papandayan


“Apa yang lo dapetin sih dari naik Gunung?, segitu worthed-kahnya apa yang lo dapetin dengan bersusah payah untuk mendaki? Apa sih tujuannya?” 

Pertanyaan itu adalah alasan mengapa saya memutuskan untuk ikut dalam pendakian ke papandayan, Gunung yang katanya “for beginner” “kemping-kemping lucu”, Untuk mencari jawabannya. 

Teman saya berkata, gunung pertama yang kita daki berperan penting dalam menentukan apakah setelah itu kita akan ketagihan mendaki lagi atau berhenti.  Oleh karena itu, sebelum mendaki saya tidak berani untuk “googling”. Takut berekspektasi, dan ekpektasi biasanya menyakiti dan mengecewakan. 

So, why papandayan?
Yah kalau pilihan ini sih murni karena memang tidak ada pilihan lagi, pun ini diajak oleh Anto (teman baru kenal kemarin). Berhubung diajak oleh Anto dan terdapat variable bernama Fia (teman sudah lama kenal) di tim pendakian ini, maka saya memutuskan untuk ikut walau seluruh tim adalah anak Teknik Elektro yang hanya saya kenal sepintas.
***
Jam 19:00 saya sudah sampai di kampung rambutan, dan aih aih aih terlalu cepat dari jam janjian yaitu jam 21:00. Namun ternyata,  seluruh tim berusaha untuk on time dan kami berangkat sesuai rencana. Jam 22:00 kita pun sudah meluncur ke Garut. 

Di Bis tidak ada yang istimewa selain fakta bahwa lagu Nafa Urbah benar-benar merasuk ke otak dan meresap dalam, hingga sampai saat menulis ini pun lagunya masih terngiang-ngiang #HuftBanget.

Sekitar jam 3 malam, kami sampai di Masjid Tarogong, dan melanjutkan perjalanan dengan pick-up ke Starting Point Pendakian. Hempasan angin pagi di dataran tinggi jelas berhasil membuat badan ini mengigil selama perjalanan. Namun, bintang malam itu dan percakapan-percakapan kecil kami, membuat perjalanan menjadi terasa hangat. Ditambah kesimpulan kecil bahwa tim jejaka elektro ini sama dengan teman jejaka tekim, bisa diandalkan. Tidak seperti tim jejaka lain yang saya temui di Singapura. 

Setelah sekitar 1 jam lebih akhirnya kami sampai di starting point pendakian. Di sini terdapat banyak warung sehingga kami bisa jajan-jajan lucu dan numpang tidur-tidur lucu sebentar di warung. Yang saya senang disini adalah airnya sama persis dengan air di rumah nenek saya yang memang di garut juga, segar sekali. Walaupun kata anak-anak super dingin. 

Starting Point (Foto Punya Anto)
***
Setelah matahari menunjukkan raganya, kami pun bersiap-siap mendaki dengan pemanasan-pemanasan lucu dan berdoa terlebih dahulu. Setelah itu, cus lah kita menuju Pondok Seladah, tempat camp kita nantinya. Seperti yang saya utarakan sebelumnya, saya belum” googling” tempat ini, jadi didalam pikiran saya di Pondok Seladah ini banyak tumbuhan selada nya dan jika lapar bisa langsung dipetik dan dimakan.

Trek awal pendakian adalah jalur bebatuan yang terdapat di sisi kawah belerang.  Tidak terjal dan friendly untuk pemula seperti saya. Namun walau begitu tetap saja terasa lelah pada awalnya, mungkin karena saya masih sulit untuk mengatur nafas. Pemandangan kawah belerang yang sangat epic dengan asap yang muncul di beberapa titik jelas membantu saya untuk beradaptasi dengan lelah. 

Di jalur ini, saya menyadari bahwa papandayan ini memang benar seperti kata teman saya “untuk kemping-kemping lucu” . Karena apa? Karena tiba-tiba ada motor yang mendaki dengan mudah begitu saja, bahkan saya sempat terbersit  untuk ngojek disini. Oh iya, Sangat disarankan untuk menggunakan masker dijalur pendakian ini, karena ada beberapa titik yang bau belerangnya cukup menyengat.

Di trek awal pendakian ini, ada satu jalur yang saya sangat suka karena jalurnya yang menurun, bukan menanjak. Dan diakhir jalurnya, ada sungai kecil. Namun ya, trek seperti itu hanya sekian menit, sampai akhirnya harus mendaki lagi. Disini, Vanessa  (temannya Fia) memberikan pilihan kepada kami, apakah selanjutnya mau lewat  jalur yang curam atau landai tapi jauh. Jelas tim belakangan ini memilih yang landai tapi jauh.

Ada satu pesan yang saya ingat dari Vanessa, “jangan percaya sama apa yang orang katakan di Gunung”. Well, itu adalah pesan dari vanessa setelah dia meng-PHP-kan kita semua. Berkata bahwa sebentar lagi sampai, lewat dua tebing, tinggal belok kiri sisanya adalah jalan datar. Yang nyatanya, masih cukup jauh dan tidak bisa disebut jalan datar. Tapi jelas kita semua  mengerti kenapa Vanessa meng-PHP-kan kita.
***
Setelah 2 jam, sampailah kita di Pondok Seladah, lapangan luas yang ternyata tidak ada pohon seladanya.  Disini, kami mendirikan tenda, berbenah, memasak, dan tidur siang. Leyeh-leyeh diatas gunung tentu pengalaman yang baru untuk saya. Ditambah memang sudah lama sekali tidak merasakan yang namanya camping. Senangnya. 

Setelah solat dzuhur, kami melanjutkan perjalanan ke Tegal Alun dan Hutan Mati, yang katanya bukan lewat jalur biasa. Ternyata jalurnya adalah mendaki bebatuan besar. Sejujurnya saya sangat senang dengan jalur seperti ini, tidak terasa lelah. Mungkin karena ada tantangan sehingga adrenalin sedikit terpacu. 

Jalur ke Tegal Alun (Foto Punya Anto)
Setelah dikira hampir nyasar karena treknya kurang jelas, akhirnya kami tiba di Tegal Alun, Padang Edelweis.  Cukup indah. Namun lebih indah padang Edelweis di imajinasi saya. Tuh kan, ekspektasi memang selalu saja seperti itu. 

Setelah dari Tegal Alun, kami turun melewati hutan mati, berbeda dengan jalur naik sebelumnya. Imajinasi saya jelas tidak pernah membayangkan hutan seperti ini, hutannya seperti hutan yang ada di dongeng-dongeng sebelum tidur. Maka, jelas foto saya disini lebih banyak daripada di Tegal Alun. 

Hutan Mati
Hutan Mati
***
Malam harinya, kami melakukan apa yang dilakukan orang saat camping pada umumnya. Memasak makan malam, duduk didekat api unggun, dan melakukan percakapan-percakapan kecil. Sungguh malam itu dingin sekali walau sudah memakai baju dobel  4. Tidur pun tidak bisa nyenyak. Mungkin jika ada satu alasan kuat yang akan membuat saya tidak mau mendaki lagi, salah satunya adalah karena dingin.

Berbicara mengenai sunrise,  saya tidak sempat menikmatinya, hanya melihat dari foto-foto teman saya saja. Sedikit menyesal , tetapi mau bagaimana lagi, yang salah bangun siang kan situ sendiri, yang males jalan kan juga situ sendiri. 
***
Jam 9 pagi, kami memutuskan untuk turun dan Sarapan di Parkiran saja. Jalur yang kami lewati berbeda dengan jalur saat kami naik. Katanya sih jalur yang tidak lazim. Eng ing eng, benar saja, jalur nya curam dan licin. Saya sangat kesulitan karena alas sepatu sudah aus. Sedikit-sedikit saya harus melakukan metode perosotan. Sampai akhirnya ada yang berbaik hati meminjamkan sendal gunungnya dan mengajari saya trik turun agar tidak terpeleset, makasih ya Ade, Oka, dan Edi (jejaka elektro).  Namun, jika dibandingkan dengan jalur awal pendakian, saya lebih suka trek seperti ini, menantang dan lebih cepat. 

Jalur Pulang (Foto Punya Anto)
Sesampainya diparkiran, saya yang tidak berniat mandi, malah akhirnya menjadi orang yang paling menikmati mandi pagi itu. Dikala anak-anak yang lain kepanasan dengan air nya, maka saya mendapatkan kamar mandi yang airnya cukup hangat, tidak terlalu panas. 

Setelah semua siap, kami pun cus menuju Cisurupan dengan menaiki pick-up. Pemadangan saat turun ternyata sangat indah loh. Setelah sampai, kami pun menyewa angkot menuju terminal Garut. Dan selesailah perjalanan pendakian saya yang pertama ini. 
***
Lantas apakah saya mendapatkan jawabannya?.  

Inilah mengapa saya justru ingin mendaki lagi. Belum mendapatkan jawabannya. Rasa penasaran saya belum terjawab. Penasaran dengan perasaan “waw gw udah sampe sini loh, cape tapi indah banget, kuasa Allah”, Perasaan puas karena berhasil mencapai sesuatu setelah berlelah-lelah, dan dihadiahi oleh Tuhan oleh sesuatu yang sangat indah, Perasaan dimana saya susah untuk move on. Saya belum mendapatkan itu semua. Belum mencapai titik puas yang saya harapkan. Masih penasaran dengan kata orang dan cerita orang. 

Sampai saat ini, perasaan puas dan susah move on memang juaranya adalah saat liburan ke lombok awal Maret lalu.  Namun setelah saya pikir-pikir, pemandangan di Papandayan tidak kalah indahnya dibandingkan Lombok. Ternyata variable “ who you travel with” masih memiliki pengaruh yang kuat. Hal tersebut saya simpulkan dari momen favorit saya di Lombok, yang ternyata jatuh pada saat kami makan malam di restoran Pantai Kuta. Tidak ada pemandangan yang indah saat itu, selain percakapan-percakapan dan lelucon-lelucon hangat.

Disini saya menyadari, bahwa banyak yang saya dapatkan dari perjalanan-perjalanan kecil saya, dari Hikmah dibalik setiap kejadian, pengalaman baru, orang-orang baru, pemandangan yang luar biasa indah. Namun saya harus mengakui, perjalan dengan sahabat, kemanapun tempatnya, selalu menjadi juara. Dan alasan saya untuk mendaki lagi mungkin karena ingin mengejawantahkan statement saya sebelumnya.

Note:
Foto ada yang punya Anto dari-anto.blogspot.com/

Sunday 26 May 2013

Pasir di Kuta, Lombok

Seperti inilah penampakan pasir di beberapa pantai di lombok. Seperti merica besarnya.

Assalamualaikum & Namaste

"Assalamualaikum"
Salam yang sudah hampir seminggu lebih tidak terdengar ketika sedang berada dinegeri sakura itu akhirnya terdengar juga ketika sedang isi ulang suica di stasiun shinjuku.

Dan betapa terkejutnya ketika mengetahui itu dilontarkan oleh seorang bule eropa dengan senyum besar tersungging di bibirnya.
"Where are you come from? Indonesia?"

Dilain waktu...

"Namaste"
Salam itu terdengar ketika sedang berada di Nara, dan dilontarkan oleh seorang anak smp laki-laki dengan senyum besar tersungging dibibirnya. Wajahnya seakan bahagia bertemu dengan orang yang dia kira berasal dari negeri india.

Dan saya pun hanya bisa membalas dengan senyum lebar yang tersungging dari bibir saya seraya menjawab "waalaikum salam" dan "namaste" :)

Senang rasanya jika suatu identitas diketahui dan dihormati oleh orang yang berbeda.

Japanese Digital Vending Machine

Vending machine digital yang bisa memberikan rekomendasi minuman kepada kita by facial recognation. Sesuai musim, umur, kondisi wajah, dan apalah lainnya.


Ketika pagi-pagi masih segar bugar, rekomendasi minumannya mineral water, dan ketika malam pulang udah kuyu, rekomendasi minumannya untuk saya adalah pocari sweat dan minuman energi.
Canggih lah.

Saturday 25 May 2013

A Beautiful Missionary

Have you ever heard a missionary speech and told that you will go to the hell because you're moslem and wearing hijab .... At traffic light....?
Iya, dilampu merah. Iya sekali lagi di lampu merah.

Dideket ueno park, jepang, ketika kita sedang lihainya menyebrang jalan. Ada seorang mba-mba cantik yang memanggil-manggil kita dan akhirnya mengejar, karena yg dipanggil tidak sadar jika sedang dipanggil. Mba-mba memakai topi gaul, long dress unyu, dan wajah seperti mba-mba umumnya di dorama-dorama jepang. Seketika wajah mba tersebut terlihat sedih melihat saya. Lalu dia menyerocos panjang lebar dengan logat halus kepada kami bertiga.

Awalnya saya mengira mba ini sales produk, tapi melihat raut muka fia yang tiba-tiba terlihat seperti menahan ketawa tapi harus terlihat sedih juga, acha yang mulai pura-pura tidak mengerti bahasa jepang, dan mbanya yang menunjuk-nunjuk saya yang memang memakai hijab sendiri, sudah bisa dipastikan mba ini bukan sales produk.

Seketika acha dan fia mengambil ancang-ancang untuk jalan cepat , mengucapkan "arigatou" dan akhirnya kita bisa lepas dari mba tersebut. Setelah itu acha yang memang kuliah disini sehingga mengerti bahasa jepang, bercerita kalau mba tersebut bilang kalian akan masuk neraka, karena kalian muslim. Untuk menghindarinya, kalian bisa dateng ke tempat ini setiap minggu pagi blaa blaa blaa bla blaa blaaa. Yah intinya seperti itu. Namun saat itu saya tidak tahu agama apa yang dia sebarkan.

Well, i dont understand why she was doing it at very late night... And at traffic light. Mungkin memang hanya kebetulan. Terlepas dari misinya, saya tetap menganggap mba ini baik dan hebat. Dia sedih karena tahu saya akan masuk neraka, padahal saya bukan siapa-siapanya. Sedangkan saya nya sendiri jarang sekali memikirkan kehidupan akhirat saya kelak akan seperti apa. Huft.

Tuesday 23 April 2013

Menuju Gili Trawangan dari Bali

Pesawat dan kapal. Dua moda transportasi yang bisa ditempuh untuk menginjakan kaki di bumi Lombok (speed boat termasuk kapal kan? kapal cepat hehe). Okey, jika pergi dengan pesawat tentu tidak usah dijelaskan panjang lebar disini. Cukup dengan mengeluarkan duit lebih, terbang dengan santainya, dan yups like magic sampailah di bandara. Ah andai Dirgantara tidak ditutup, saya yakin betapa murahnya harga tiket pesawat dalam negeri.

Dari bandara Ngurah Rai, kita bisa langsung menuju ke Padang bai (pelabuhan di bali) dengan:
  1. Mobil sewaan. Jika jumlah anggota liburannya banyak dan punya duit lebih, saya sarankan untuk   menyewa mobil. Lebih efisien dan menghemat waktu. Kalau mau menyewa bisa menghubungi pak Komang dan Pak Koming (081934382111).
  2. Naik elf biru dari terminal Ubung ke Padang Bai. Elf birunya ini adanya pagi-pagi aja ya. Nah dari Bandara ke terminal Ubungnya ini juga agak susah. Pernah teman saya naik Ojek untuk pergi ke Terminal Ubungnya.
  3. Naik taksi dari Bandara. Sekitar 350-ribuan.
  4. Ada travel dari Kuta ke Padang Bai.
Dari Padang Bai Ke Lembar (pelabuhan di Lombok), bisa dengan dua kapal:
  1. Kapal regular dengan harga 40ribu (kalau gak salah). Lama perjalanan 5 jam. Ada setiap satu jam sekali. Saran saya, lebih baik naik kapal pada saat malam hari, karena kapalnya sangat nyaman dan kita bisa tidur nyenyak. Bahkan bisa sewa kasur seharga 20ribu.
  2. Speed Boat. Nah kalo punya budget lebih, coba lah naik speed boat dan bisa diantar langsung ke Sengigigi dan ke Gili. Harganya rata-rata 500rb sekali jalan. Waktu itu saya pernah mencari yang termurah itu 500ribu pp. Lama perjalanan sekitar 2 jam.
(Pelabuhan Padang Bai)

Di Padang Bai banyak calo loh. hati-hati ya. Ketika kita sampai di Padang bai, entah bagaimana prosesnya, tas-tas kita langsung dibawa pergi oleh entah siapa, dan sopir kita Pak Koming malah ketakutan dan mengiyakan saja tas kita dibawa. Lalu Munculah Om Tato dengan tatonya sepanjang 9 cm  berkaos dekil plus celana pendek menghampiri kita menawarkan tiket dan menggiring orang-orang polos ini ke kapal. Nah karena kita sudah bertekad untuk naik kapal malam, kita menolak untuk langsung naik kapal saat itu yaitu jam 6. Namun, kita tidak bisa menolak membeli tiket dari om tato. Setelah kita cek ke counter tiket, ternyata om calo menawarkan harga yang sama dengan harga normal. Nah loh, apakah om tato ternyata malaikat yang turun dari langit? hahaha. Setelah kita sempat berbingung ria, akhirnya kita sadar, ternyata jumlah tiketnya hanya 8 dan jumlah orangnya 9. Dari situlah om tato mengambil untung ternyata. Karena takut diturunin dari kapal karena kurang satu tiket, akhirnya kita "lebih galak" dari om tato dan menyuruh dia untuk memastikan hingga kita tidak apa-apa di kapal dan oke hanya dengan 8 tiket. fyuuuhhh.

(Suasana di kapal)


Dari Lembar ke pelabuhan Bangsal, bisa dengan:
  1. Menyewa mobil lagi. Harga di Lombok lebih mahal ya dibanding Bali. Lama perjalanan sekitar 1.5 jam.
  2. Pergi ke Terminal mandalika (ongkos 10rb), lalu naik angkot tujuan Desa Pemenang (15ribu), dan naik ojek ke pelabuhan bangsal (3ribu). lama perjalanan sekitar 3.5 jam.
(Pelabuhan Bangsal)

Karena peristiwa Om tato, yang seharusnya kita naik kapal jam 12 tetapi malah naik kapal jam 8 Malam, berdampak kita terlalu pagi tiba di Lembar. Untungnya, kita menyewa mobil, jadi tidak terlunta-lunta. Namun ternyata kita sampai di bangsal jam 2 pagi. Malah terlunta-lunta tidak karuan. Akhirnya setelah tidak menemukan musola dan masjid, kita mendapatkan tumpangan di warung fahmi CS. Terimakasih Fahmi kecil yang tidak tidur semalaman.

(Warung Fahmi CS tempat kita bermalam)

Dari Bangsal ke Gili Trawangan hanya membutuhkan waktu 30 menit - 1 jam dengan ongkos 10ribu rupiah. Pelabuhan dibuka jam 8 pagi dan kapal terkahir jam 5 sore. Akhirnya kita sampai di Gili Trawangan. Yeaahhh.  
                                                                 

Akihabara, "Glodok"nya Jepang

Kalau yang ngefans sama JKT48 sister groupnya AKB48 (akihabara 48) dari jepang sonoh, ya seperti ini nih penampakannya Akihabara, yang terkenal sebagai pusat elektroniknya Jepang. Di kawasan ini surganya para otaku banget deh. Banyak manga, doujinshi, game, action figure dan tentunya maid cafe :)

(Stasiun JR Akihabara)

                                        (AKB48 Cafe and Shop)

Sesungguhnya, saat saya melihat dan menginjakan kaki di sini, saya agak ngeri, takut, dan jujur merasa tidak betah. Mungkin karena di sepanjang jalan banyak billboard-billboard pachinko-nya AKB48, tokoh-tokoh manga yang sexy, atau apa saya juga tidak tahu. Mungkin karena tempat ini salah satu trademarknya otaku-otaku melampiaskan hasrat hobinya, jadi saya tidak terbiasa dengan suasananya. Padahal anehnya, saya juga suka komik loh, dan tahu asal-usl otaku itu darimana, dan bagaimana perkembangannya. Bahkan sebenernya suasananya pun hampir sama dengan bunkasai-bunkasai yang sering di selenggrakan di Jakarta. Entahlah. Yang jelas, ini benar-benar pengalaman baru  

(Dimana-mana pasti ada Billboard AKB48)

(Maidreamin)

Disini banyak sekali wanita bergaya maid yang melakukan promosi, dan biasanya promosi berupa tissue. Namun sayangnya, mereka menolak untuk di foto, dan saya pun tidak lihai untuk mengambil foto-foto mereka diam-diam.


Di akiba ini saya dapet jam murah buat ayah yeayy. Dikasih tau Redian tempatnya yang murah. hohoho.

Sushi Bar, Dotombori, Osaka

Salah satu makananan favorit saya yaitu Sushi. Di Indonesia, sepertinya sushi terenak yang pernah saya makan itu ya di Takigawa. Ketika menginjakan kaki di Jepang, saya berikrar harus sempat makan sushi di suhi bar. Ternyata ketika di Tokyo, sulit menemukan sushi bar. Entah Acha yang tidak tahu tempatnya atau bagaimana, tapi kami tidak menemukannya.


 (Jumlah piring sushi yang saya habiskan)



                                         (air panasnya dari keran)

Ketika di Osaka, Akhirnya kesampean juga makan di Sushi bar yang harganya murah dengan meja yang sushinya jalan itu loh. Yeay!!! Sumpah enaknya enak enak banget dan seger. Harganya rata semua, satu piring 130 yen (kalau gak salah).

Museum Ghibli, Mitaka, Jepang

This is the Kind of Museum I Want to Make!
A museum that is interesting and which relaxes the soul
A museum where much can be discovered
A museum based on a clear and consistent philosophy
A museum where those seeking enjoyment can enjoy, those seeking to ponder can ponder, and those seeking to feel can feel
A museum that makes you feel more enriched when you leave than when you entered!
-Hayao Miyazaki, the director of ghibli studio-

Okeh. Siapa yang ngaku penggemar anime tapi gak tau Studio Ghibli? Atau siapa yang gak tau spirited away, anime pertama yang berhasil memenangkan academy award? Ghibli yang hingga saat ini masih mempertahankan pembuatan animasi dengan gambar tangan *friki*.

Museum yang diperuntukan untuk menampung memorabilia Ghibli dan menunjukan proses pembuatan animasi ini, memang tujuan fix saya ke Jepang. Tanpa harus bantah-bantahan dengan sang partner liburan.

Museum ini terletak di Mitaka, kota yang cukup dekat dengan Tokyo, tapi tenang dan tidak sehingar bingar Tokyo. Dari Shinjuku, kita bisa naik kereta JR Chuo line dan turun di stasiun Mitaka. Dari stasiun Mitaka, kita bisa menaiki community bus untuk menuju museum dengan tarif 200 yen sekali jalan, dan 300 yen bila membeli tiket pulang pergi.

(community bus)
Sesampainya di museum, banyak pengunjung yang sedang berfoto-foto. Begitu juga dengan kami, langsung semangat berfoto-foto didepan museum yang berbentuk unik ini. Sudah sangat tidak sabar rasanya untuk segera masuk kedalam museum.


Jam setengah 2 Siang, petugas museum sudah memangil-mangil pengunjung untuk segera mengantri dan menukarkan bon pembelian tiket di Lawson dengan tiket museum yang berbentuk reel film. Tiket yang sangat unik sekali dan tentunya menjadi salah satu barang kesayangan saya saat ini. Hohoho.

 (bentuk tiketnya kayak gini nih)

Begitu masuk museum, kita langsung pergi ke gallery pembuatan animasi di lantai satu. Ahh damn, this is the first time for me cry because of museum. Why? Teserah mau bilang lebay apa engga, tapi memang sangat indah, sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Sangat indah, menyentuh, dan benar-benar mengingatkan saya dengan imajinasi masa kecil. Kalau tidak percaya buktikan saja sendiri hehehe. Apalagi untuk penggemar Ghibli, pasti sangat terpukau dengan detail film-film Ghibli yang terdapat di museum ini. Kamar mandinya pun sangat penuh dengan detail dari film-film Ghibli. Menarik.

(tampak museum dari atas)

Setelah mengunjungi gallery tersebut, kami menonton film di Saturn theater dengan menunjukan reel film kita ke petugas. Oh iya, Kita hanya boleh menonton satu kali pertunjukan selama dalam museum.

(kira-kira begini bentuk teaternya)
Selain gallery pembuatan animasi, terdapat gallery sketsa-sketsa, ruang kerja, pinsil, cat air, buku-buku serta semua koleksi dari Hayao Miyazaki, sang direktur dari Museum Ghibli. Model-model bangunan yang terdapat di film-film Ghibli juga terdapat di museum ini. Menurut saya yang paling menarik itu prototype pembuatan animasi, kita bisa memutar-mutar sendiri roll filmnya loh dan mengintip hasil animasinya seperti apa. Ah pokoknya sulit dideskripsikan, yang jelas benar-benar membuat pengunjung selalu berkata “sugoi” dan menunjukan wajah terpukau :D. sayangnya, kita tidak boleh berfoto didalam museum, jadi sedikit sekali foto yang bisa diambil dan tidak bisa bernarsis ria hehehe. Disini terdapat kafe dan toko pernak-pernik Ghibli juga loh. Jadi, siapkan duit yang banyak untuk makan dan membeli pernak-pernik yang tentunya sangat menggoda untuk dibeli. saya hanya membeli gantungan kunci nenek sihir yang ada di film spirited away aja di sini, itupun minjem yen sama temen. hehehe
(saya dan partner sempet kaget dan seketika terpukau pas nginjek ini dihalaman)

Dilantai paling atas museum ada taman yang terdapat robot seperti foto dibawah ini loh Hehehe. karena ketika saya datang sedang musim liburan, jadinya museum sangat ramai, Untuk berfoto dengan si robot ini saja harus mengantri.

Ada yang perlu diingat dari museum ini:
  1. Kita tidak bisa masuk museum sesuai dengan waktu yang kita inginkan. Ada jam-jam khususnya, yaitu jam 10, 12, 14, dan 16. Museum tutup jam 18.00. Harga tiket 1000 yen untuk orang dewasa. Oh iya, jika ingin datang pada saat weekend, minimal harus beli tiketnya sebulan sebelumnya, kalau tidak dipastiakn sudah habis.
  2. Tiket tidak bisa dibeli langsung di museum. Kita harus membeli tiket di Lawson, dan harus memesan sesuai jam masuk museum yang kita inginkan. Tiket juga bisa dibeli dari luar Jepang tetapi sayangnya belum bisa dibeli dari Indonesia.
  3. Museum tutup setiap hari Selasa.
  4. Tidak boleh mengambil foto selama didalam museum.
  5. Tidak ada tempat parkir di museum ini, jadi sebaiknya tidak membawa mobil

Hakone, Jepang


Salah satu tempat tujuan wisata kami di Jepang adalah Hakone. Kota yang bisa diibaratkan “Puncak” nya Jepang karena dinginnya (ini mah asal-asalan kita berdua aja hoho). Bedanya gak ada mas-mas yang nawarin Villa disini dan gak ada ropeway di puncak. Rencananya kami akan ada dikota ini selama 2 hari. Namun apadaya, kebodohan kami mengakibatkan rencana tersebut berubah menjadi 1 hari. Dan semesta pun mendukung rencana tersebut.

(Sungai dekat stasiun Hakone Yumoto)

Kami pergi ke Hakone dari stasiun Machida dan membeli Hakone Freepass seharga 4700 yen untuk dua hari. Bisa juga membeli di Shinjuku dengan harga 5000 yen/ 2 hari. Saat membeli Hakone Free Pass kita diberi Buku Panduan yang berisi alternatif-alternatif rute wisata yang bisa dilakukan, beserta tempat-tempat mana saja yang bisa mendapatkan diskon jika menunjukan Free Pass tersebut. Dengan Hakone Freepass kita bisa menaiki sepuasnya Hakone Tozan Train, Hakone Tozan Cablecar, Hakone Ropeway, Hakone Sightseeing Cruise, Odakyu Hakone Highway Bus, Hakone Tozan Bus, dan Numazu Tozan Tokai Bus.

Dari Machida, kita naik kereta odakyu hingga Odawara, lalu melanjutkan dengan kereta Hakone-Tozan line ke Stasiun Hakone Yumoto. Pemandangan berbeda terjadi di kereta menuju hakone ini, yaitu turisnya orang jepang sendiri. Banyak orang Jepang yang bawa koper besar-besar untuk menginap. Memang di Hakone ini banyak terdapat Onsen dan penginapan. Pemandangan selama perjalanan pun indah sekali, banyak melewati bukit-bukit, gunung, sungai dengan jembatan besar seperti dikomik-komik, sawah dan rumah-rumah petakan, bukan apartemen seperti di kota besar.

(Stasiun Hakone Yumoto)
(pemandangan kota Hakone)
(Jembatan Merah)

Setelah sampai di stasiun Hakone Yumoto, kita memilih jalur-jalur wisata seperti ini:

Pertama, kita pergi ke Motohakone-ko yang merupakan Dermaga Sightseeing Cruise dengan menggunakan Bus. Perjalanan dan pemandangannya mirip-mirip lah dengan Gunung Kidul atau Puncak. Banyak penginapan dan hawanya dingin. Bedanya, gak ada tuh yang namanya macet.

(Dermaga Motohakone)

Ketika sampai di Dermaga Motohakone-ko, ternyata Cruise nya baru datang sekitar 30 menit lagi, tetapi karena hujan dan dingin yang menusuk, kita hanya duduk-duduk saja disekitar dermaga sembari melihat-lihat tingkah laku turis lainnya yang kebanyakan orang bule dan india. Setelah 30 menit menunggu akhirnya datanglah si Cruise dengan gagahnya.

(Kapal bajak laut)

 
(yang merah2 itu jinja ditengah hutan)
(Sightseeing Cruise)
Sesampainya di Togendai-ko, kita langsung meluncur ke staisun ropeway untuk naik kereta gantung menuju Sounzan dan berganti kereta gantung di owakudani untuk menuju lembah Owakudani (lembah setan yang terdapat belerang).
(Ropeway)

Dari Sounzan, kita naik Cable car menuju Gora. Jadi si Cable Car ini merupakan kereta 2 gerbong yang ditarik dengan kabel dan miriiing loh relnya.

(Cable car miring)

Dari Gora, kita naik kereta Tozan yang berwarna merah menuju Stasiun Hakone Yumoto untuk selanjutnya pulang ke kediaman tercintah. Keretanya ini terbuat dari kayu loh dan terkesan tua eksotik gitu deh. Selama perjalanan dengan kereta ini masih terdengar bunyi kriiit kriiit gerbong kereta. Unik dech.
(Stasiun Gora)

Perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan. Namun benar-benar terbayar dengan pemandangan dan main-main dengan alat moda transportasi yang beragam. Sekali lagi, jepang memang benar-benar memikirkan setiap detail apapun itu. Salut lah. Oh iya, sebenernya kita bisa melihat Gunung Fuji dari 3 titik di hakone, tapi sayangnya kita gak bisa ngeliat karena udah agak sore kesananya.

Begitu sampai di hachioji, kita yang lapar sangat ini langsung narik-narik si Acha buat makan di family Restaurant yang cukup ramai di hachioji. Lain kali akan saya tulis mengenai pengalaman makan di Family Restaurant Jepang deh.